Rabu, 15 Desember 2010

CCCL SOERABAIA





CCCL Surabaya
CCCL Surabaya - Pusat Kebudayaan Prancis, Apakah Itu ?

   
   


CCCL Surabaya merupakan salah satu dari 430 lembaga Prancis (Institut Prancis, Pusat Kebudayaan Prancis dan Alliances Françaises), kepanjangan tangan dari Kedutaan-Kedutaan Besar Prancis yang tersebar di lebih dari 150 negara. Dinamika dan luasnya jaringan ini menjadikan lembaga-lembaga kebudayaan Prancis yang ada di dunia sebagai jembatan perantara yang luar biasa dalam hubungan antarbudaya, dan satu-satunya di dunia.


Beragam misi (bahasa, budaya, ilmiah, universitas dan audiovisual…), yang diemban jaringan ini memberi citra kehidupan masa kini Prancis di luar negeri, semuanya dilakukan dengan dialog dengan negara-negara di mana lembaga kebudayaan Prancis berada, di mana kerjasama tetap menjadi kunci utama.

Untuk memperkenalkan bahasa, gagasan seni budaya serta kreasi Prancis, Pusat-Pusat kebudayaan Prancis, membuka pintu bagi publik sehingga mereka dapat belajar bahasa dan memanfaatkan semua layanan yang disediakan oleh mediateknya yang selain memiliki berbagi koleksi buku, majalah, CD, DVD, Internet dan sebagainya, juga menyajikan progam-program seni budaya yang eklektik sepanjang tahun.

Di Indonesia, jaringan ini memiliki 4 Pusat Kebudayaan Prancis, (Jakarta, Surabaya, Yogyakarta dan Bandung), dan 8 Alliances Françaises. Semuanya menjadi wadah utama bagi pertemuan-pertemuan antara Indonesia dan Prancis, berbagi gagasan seni budaya, dan tak menutup adanya kemungkinan-kemungkinan lainnya.

Pusat Kebudayaan Prancis di Surabaya yang menempati gedung kuno berarsitektur kolonial dengan kebunnya yang asri, sejak 40 tahun lalu, menawarkan sebuah oase penuh kedamaian di jantung kota Surabaya! Tempat favorit bagi kawula muda untuk belajar bahasa Prancis, memperkaya khasanah pengetahuan di mediatek, menggelar dan menikmati pameran, menyaksikan film atau… hanya sekedar nongkrong di café yang terletak di beranda belakang.

Pusat Kebudayaan Prancis di Surabaya tercatat pula sebagai ahlinya dalam pengajaran bahasa Prancis di Surabaya (di mana para mahasiswa bisa pula mengikuti ujian sertifikasi internasional), di samping keunikannya sebagai salah satu aktor inti dalam kehidupan seni budaya di megapolitan berpenduduk 6 juta ini!


CCCL Surabaya - Pusat Kebudayaan Prancis, Apakah Itu ?

CCCL Surabaya merupakan salah satu dari 430 lembaga Prancis (Institut Prancis, Pusat Kebudayaan Prancis dan Alliances Françaises), kepanjangan tangan dari Kedutaan-Kedutaan Besar Prancis yang tersebar di lebih dari 150 negara. Dinamika dan luasnya jaringan ini menjadikan lembaga-lembaga kebudayaan Prancis yang ada di dunia sebagai jembatan perantara yang luar biasa dalam hubungan antarbudaya, dan satu-satunya di dunia.


Beragam misi (bahasa, budaya, ilmiah, universitas dan audiovisual…), yang diemban jaringan ini memberi citra kehidupan masa kini Prancis di luar negeri, semuanya dilakukan dengan dialog dengan negara-negara di mana lembaga kebudayaan Prancis berada, di mana kerjasama tetap menjadi kunci utama.
Untuk memperkenalkan bahasa, gagasan seni budaya serta kreasi Prancis, Pusat-Pusat kebudayaan Prancis, membuka pintu bagi publik sehingga mereka dapat belajar bahasa dan memanfaatkan semua layanan yang disediakan oleh mediateknya yang selain memiliki berbagi koleksi buku, majalah, CD, DVD, Internet dan sebagainya, juga menyajikan progam-program seni budaya yang eklektik sepanjang tahun.
Di Indonesia, jaringan ini memiliki 4 Pusat Kebudayaan Prancis, (Jakarta, Surabaya, Yogyakarta dan Bandung), dan 8 Alliances Françaises. Semuanya menjadi wadah utama bagi pertemuan-pertemuan antara Indonesia dan Prancis, berbagi gagasan seni budaya, dan tak menutup adanya kemungkinan-kemungkinan lainnya.
Pusat Kebudayaan Prancis di Surabaya yang menempati gedung kuno bergaya kolonial dengan kebunnya yang asri, sejak 40 tahun lalu, menawarkan sebuah oase penuh kedamaian di jantung kota Surabaya! Tempat favorit bagi kawula muda untuk belajar bahasa Prancis, memperkaya khasanah pengetahuan di mediatek, menggelar dan menikmati pameran, menyaksikan film atau… hanya sekedar nongkrong di café yang terletak di beranda belakang.
Pusat Kebudayaan Prancis di Surabaya tercatat pula sebagai ahlinya dalam pengajaran bahasa Prancis di Surabaya (di mana para mahasiswa bisa pula mengikuti ujian sertifikasi internasional), di samping keunikannya sebagai salah satu aktor inti dalam kehidupan seni budaya di megapolitan berpenduduk 6 juta ini!

Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Desain

Tentang DKV

Desain Komunikasi Visual (DKV) adalah cabang ilmu desain yang mempelajari konsep komunikasi dan ungkapan kreatif, teknik dan media dengan memanfaatkan elemen-elemen visual ataupun rupa untuk menyampaikan pesan untuk tujuan tertentu (tujuan informasi ataupun tujuan persuasi yaitu mempengaruhi perilaku). Yang menarik dari sini adalah seorang sarjana DKV harus bisa mengolah pesan tersebut secara efektif, informatif dan komunikatif.

Banyak hal-hal mendasar yang dipelajari di program studi DKV. Mengembangkan bentuk bahasa visual (bermain gambar), mengolah pesan (bermain kata) keduanya untuk tujuan sosial maupun komersial, dari individu atau kelompok yang ditujukan kepada kelompok lainnya. Visual berwujud kreatif dan inovatif, sementara inti pesan harus komunikatif, efisien dan efektif saling mendukung agar tersampaikan dengan baik pada sasaran.

Cakupan pekerjaan desain komunikasi sangat luas, antara lain: mulai dari label produk / makanan, desain logo yang mencitrakan sebuah lembaga / perusahaan (branding), paket promosi dan kampanye sebuah program, hingga membuat iklan di media massa, dsb.

Berbeda dengan seni murni (dalam hal ini seni grafis) yang karya seninya dibuat sebagai ungkapan ekspresi sang seniman, maka karya seni yang dihasilkan oleh seorang desainer komunikasi visual lebih ditekankan dengan konsep yang bermaksud-tujuan dan ditujukan untuk khalayak yang disasar (target audience).

Setelah melalui berbagai mata kuliah dasar komunikasi visual, pada semester 6, teman-teman akan dijuruskan pada 3 jalur minat program studi, yaitu:

- Komunikasi Grafis
- Visual Periklanan
- Komunikasi Multimedia

Pada dasarnya Komunikasi Grafis dan Komunikasi Visual Periklanan mengolah bahasa visual pada media statis / diam. Kemampuan komunikasi, tipografi, ilustrasi, fotografi menjadi faktor yang harus dikuasai. Desainer Grafis mampu membuat logo, desain majalah / surat kabar, rambu (sign system), desain kemasan, paket promosi produk dan lain-lain dengan keahliannya tersebut.

Desainer Iklan mampu bermain visual dengan menarik dan efisien untuk tujuan persuasi. Mengemas citra sebuah produk / program / kampanye dengan bahasa visual yang baik, yang bermuara pada perubahan perilaku sasaran yang dituju.

Sementara Komunikasi Multimedia mengarah pada media dinamis berbasis waktu dan suara (audio). Animasi, desain web, media interaktif hingga peyutradaraan film adalah contoh pekerjaan desainer multimedia. Dasar-dasar komunikasi visual teraplikasikan secara dinamis dalam karya multimedia.

Prospek Kerja

Prospek kerja setelah lulus dari program studi Desain Komunikasi Visual ini sangat beragam, tergantung pada minat dan keahlian, diantaranya :

- Sebagai wirausaha maupun freelancer : desainer grafis, ilustrator, fotografer, animator, web designer dsb.
- Biro konsultan desain (graphic house)
- Biro iklan (advertising)
- Rumah produksi (production house).
- Stasiun TV.
- Percetakan dan penerbitan.
- Hubungan Masyarakat (public relation) lembaga swasta dan pemerintah.

Hubungan DKV dengan Pemasaran dan Periklanan OPINI Ahmad Ikhwanul Muslimin | 06 January 2010 | 16:20

1 dari 1 Kompasianer menilai Bermanfaat.


Dulu, waktu gw baru memulai karir sebagai desainer grafis pemula, gw hanya berpikir “bagaimana desain yang gw bikin itu tampak keren”, tanpa memikirkan aspek komunikasi, marketing, ataupun periklanannya. Padahal gw sendiri sudah nyemplung di jalur periklanan (advertising), tapi gw malah nggak mikirin aspek advertising-nya. Jadi begini intinya:


“Sebuah desain komunikasi visual tidak berdiri sendiri, melainkan berdampingan erat dan saling bersinergi dengan periklanan dan pemasaran”.


Maksudnya apa? Oke, mari kita bahas, tapi sebelumnya gw mau ngingetin bahwa desain yang kita bicarakan di sini lebih spesifik ke desain grafis atau lebih umumnya desain komunikasi visual (tapi bisa berlaku untuk desain-desain lainnya).


Mari perhatikan skema di bawah ini :


MARKETING MIX

Line 1



PROMOTION

Line 2






ADVERTISING

Line 3







Dari skema di atas dapat dilihat bahwa desain komunikasi visual berada satu garis dengan periklanan, promosi, dan pemasaran. Meskipun kedudukannya berada pada line paling bawah, tidak serta merta peran DKV tidak begitu penting, tapi DKV juga bukan satu-satunya elemen terpenting dalam lingkup pemasaran-promosi (PP).


Yang perlu diingat, DKV dan pemasaran-promosi adalah hal yang integral. Yang satu melengkapi yang lain. Dan yang satu tidak bisa dipisahkan dengan yang lain. Contohnya, mengapa desain logo harus merepresentasikan citra sebuah perusahaan. Desain logo dibuat tidak sembarangan apalagi asal-asalan, karena logo itu sendiri adalah identitas paling primitif setelah nama suatu brand atau nama perusahaan. Jadi, dalam mendesain, perlu kiranya kita memahami tujuan pemasaran dan tujuan periklanan.


Bagi para desainer sendiri cukup penting untuk mempelajari periklanan dan pemasaran, dan orang-orang pemasaran pun tak ada salahnya memahami tentang DKV. Agar tercipta keharmonisan, baik dalam konsep kreatif atau dalam hubungan antar tim. Disatu sisi desainer jangan memaksakan supaya idenya dipakai apalagi kalau konsep desainnya tidak harmonis dengan pemasaran sebuah produk. Misalnya desainer membuat desain iklan yang futuristik, penuh efek, pencampuran warna-warna yang saling bertabrakan dengan kombinasi shocking color, padahal produknya adalah obat-obatan ataupun perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan. Sekalipun kreativitas tidak mengikat dan tidak selayaknya dibatasi, keselarasan antara kreatif desain dengan konsep produk (pemasaran) sangat diperlukan. Selain akan membantu pencitraan suatu produk, juga membuat hubungan antara Anda dengan klien menjadi harmonis.


Selain keselarasan antara produk dengan DKV, keselarasan antara ”ego” klien dan ”ego” desainer harus diperhatikan. Ada satu kasus dimana seorang desainer yang begitu menyenangi sebuah warna, mengaplikasikan warna favoritnya ke dalam desain yang dibuatnya, padahal warna tersebut tidak cocok dengan produknya, dan pihak klien juga tidak suka. Dalam hal ini tak ada salahnya mengikuti keinginan klien, namun perlu diingat, klien yang kurang paham akan DKV perlu diberi edukasi, dan satu hal yang harus sama-sama kita pahami, klien lebih mengerti tentang produknya daripada kita. Jadi jangan merasa diri kita paling tahu, namun juga jangan mengikuti mentah-mentah keinginan klien.


Kalau kita tahu klien-nya keras kepala dan tidak mau menerima ide dari kita, namun kita juga merasa berkewajiban menawarkan ide (sebab kita desainer, bukan operator atau tukang seting). Buatlah setidaknya tiga alternatif desain. Desain pertama berdasakan keinginan klien, desain kedua ide kita sendiri, dan desain ketiga adalah kombinasi antara ide klien dengan ide kita. Disatu sisi klien merasa dihargai karena idenya didengarkan, disisi lain kita puas karena ide kita tertuangkan, dan disisi lainnya kapabilitas kita sebagai orang kreatif terjawabkan lewat kombinasi ide antara ide klien dan ide kita sendiri. Tinggal masalah keputusan. JANGAN MEMAKSAKAN KEHENDAK. Biarkan klien yang memutuskan. Jangan menyetir klien untuk memakai ide kita. Sukur bila klien mau mendengar, apes-apesnya klien menolak, dan yang paling rugi kalau klien memutus kontrak kerja sama. Kalau sudah putus kontrak, ya, silahkan pikir-pikir lagi. Artinya jangan terlalu egois dalam membuat konsep DKV.



PENTINGNYA MEMPELAJARI PEMASARAN dan PERIKLANAN BAGI DESAINER

Selain teknik, seorang desainer perlu mempelajari pemasaran dan periklanan, yang pada akhirnya akan menjadi penting. Alasannya sederhana ;supaya tidak ”bodoh” dan ”tampak bodoh”. Bayangkan betapa kerennya ketika kita, seorang desainer, angkat bicara soal promosi pemasaran di hadapan klien ketika miting bersama orang-orang bagian pemasaran. Kita akan mendapat nilai plus, baik di mata klien ataupun di mata bos. Bisa juga, ketika kita sudah bosan menjadi seorang desainer di kantor, kita berniat untuk wirausaha, atau menjadi seorang desainer freelance. Baik berwirausaha ataupun freelance, sama-sama butuh untuk memasarkan diri, menjual diri. Bayangkan ketika kita menjalani profesi sebagai seorang desainer freelance, dengan segudang talenta dan kemampuan, tapi kita tidak tahu bagaimana caranya menjual diri kita. Ya lebih baik balik lagi kerja di kantor kalo ’gitu. Atau ketika kita mempunyai konsep produk yang keren dan super canggih, tapi kita bingung kepada siapa, dimana, dan bagaimana kita memasarkannya?


Itu dari segi pemasaran. Sekarang kita lihat dari segi advertising atau periklanan. Di dalam advertsing ada yang namanya media. Sebelum membuat sebuah konsep desain, penting juga memikirkan aspek media. Misalnya desain flyer yang kita buat mau menggunakan kertas jenis apa, berapa ukurannya, berapa banyak jumlah cetaknya. Bila hal tersebut tidak dipertimbangkan secara matang kerugian bisa diraih tanpa kita inginkan. Tapi setalah memperhitungan jenis kertas, ukuran dan jumlah cetak pun terasa kurang selaras bila itu semua tidak sesuai dengan promosi pemasaran yang dilakukan. Contoh :

Kita diminta membuat desain flyer untuk event sebuah perusahaan besar dan memiliki brand awarreness yang baik di mata khalayak. Event diadakan di sebuah mall yang cukup berkelas, dengan cakupan pengunjung orang-orang kelas menengah dan ke atas dan jumlah pengunjung tidak sebanyak mall dengan kelas menengah ke bawah. Mungkin kurang efektif bila kika mencetak flyer dengan jumlah sama seperti mengadakan event di mall menengah ke bawah, menggunakan kertas dengan gramasi 60gsm, dan membuat flyer berukuran A3. Apa yang akan terjadi? Pe-mubazir-an jumlah flyer karena banyak flyer tebuang sebab jumlahnya lebih banyak dari target jumlah pengunjung, citra perusahaan akan jelek karena hasil cetakan yang kurang bagus sebab kertasnya kertas yang murah, dan yang paling parah biaya cetak membengkak akibat ukuran flyer yang kelewat besar (kalau ukuran A3 mah, poster, bukan flyer). Dan, nama kita yang akan jelek.


Sebetulnya hal konyol tersebut tidak perlu terjadi seandainya kita memperhatikan aspek pemasaran dan periklanan terlebih dahulu. Ada baiknya kita mengenal siapa target audeince, karakter dan jenis usaha, jenis produk, dan tetek bengek lainnya, yang semuanya bisa didapat dengan memperhatikan aspek pemasaran dari pihak klien. Sedangkan dari aspek media (advertising) kita bisa memperhitungkan berapa ukuran yang ergonomis, jenis kertas yang pantas dengan karakter produk, jumlah cetak yang diseusaikan dengan target audeince, sehingga dengan perhitungan yang matang kita akan mendapatkan seilisih keuntungan yang lebih banyak.


Nah, kasus barusan kan kasusnya seorang desainer freelance. Lalu apa hikmahnya bagi para desainer yang mau mencoba berwirausaha? Ini nggak kalah penting tapi paling seru dan mengasikan. Misalnya saja, kita mempunyai konsep produk makanan ”langsung jadi-cepat basi”. Dari sisi produk kita bisa membangun brand image dengan desain-desain yang seusai atau bahkan desain yang berani. Kita bisa membuat desain logo, corporate idenity, buku menu/daftar harga, kemasan, boot stand, seragam, atau kalau perlu kita bisa membuat stationary untuk keperluan bisnis dan kerja sama lainnya.


Dari segi produk sudah oke, konsep pencitraan juga sudah dapat, tinggal bagaimana pemasarannya. Ya disesuikan saja dengan konsep produk. Siapa saja konsumennya, usianya, tingkat pendidikan, kebiasaaan, tempat dimana kita menjual produk, dan lain-lainnya. Tapi ada satu lagi yang perlu diingat. Kita menjual produk, bukan menjual desain. Jadi utamakan lebih dahulu konsep pemasara berdasarkan produk, baru dipikirkan konsep pencitraannya melalui desain komunikasi visual.


Dari contoh kasus-kasus di atasa dapat kita simpulkan, bahwa desain komunikasi visual, pemasaran, dan periklanan tidak berdiri sendiri. Orang pemasaran butuh periklanan, dan orang periklanan butuh orang desain. Jangan menganggap salah satunya paling penting di antara yang lain, karena sesungguhnya semua berjalan beriringan. Cuma, entah kenapa, selama perjalanan awal menjadi desainer (mungkin juga dirasain sama teman-teman yang lain), fungsi kita sebagai desainer terkadang hanya dipandang sebagai operator komputer yang cukup mengerjakan desain sesuai mandatori. Kami, para desainer, terkadang hanyamenerima info secukupnya tentang klien, dan dianggap tidak perlu tahu soal pemasaran, sehingga sering terjadi clash antara departemen kreatif dengan departemen marketing baik dalam komunikasi desain ataupun komunikasi antar personal. Ada rasa ”merasa paling dipentingkan” dan ”didahulukan”. Di satu sisi, desainer sering dituntut untuk bekerja cepat, bahkan kecepetan, dan seringkali disuruh mengganti-ganti konsep desain seakan desainer nggak butuh mikir. Namun di sisi lain, desainer merasa kalau desainnya-lah senjata pamungkas bagi perusahaan.


Hal kecil di atas dapat memicu pertengkaran dalam tim yang sebenarnya bisa dihindari. Desainer perlu mempelajari pemasaran dan periklana supaya dirinya sadar bahwa desain komunikasi visual adalah jembatan untuk promosi, bukannya sebuah maha karya untuk dipuja-puja. Tapi di sisi lain orang-orang dari departemen pemasarn juga harus paham pekerjaan kreatif (tanpa harus ikut-ikutan jadi desainer), agar tercipta keharmonisan antara departemen kreatif dengan departemen pemasaran.


Segitu saja pandangan ringkas gw soal desain komunikasi visual, periklanan dan pemasaran. Setidaknya tulisan ini ditulis berdsarkan pengalaman dan pengamatan, jadi bisa aja berbeda dengan pandangan orang-orang. Semoga bermanfaat.

(ditulis dari tanggal 3 Januari - 4 Januari 2010)